Ikan
bandeng memiliki bentuk tubuh luar yang memanjang dan agak pipih
seperti torpedo dan dilengkapi sirip-sirip untuk berenang. Sirip ekor
relatif besar dan berbentuk cagak. Sisik-sisik kecil dan berwarna putih
keperakan. Bagian punggung berwarna hijau keperakan, sedangkan bagian
perutnya putih keperakan. Termasuk ikan bertulang keras, dagingnya
berwarna putih susu dan strukturnya padat dengan duri halus yang banyak
terdapat diantara dagingnya.
Ikan bandeng memiliki bentuk tubuh luar yang memanjang dan agak pipih seperti torpedo dan dilengkapi sirip-sirip untuk berenang. Sirip ekor relatif besar dan berbentuk cagak. Sisik-sisik kecil dan berwarna putih keperakan. Bagian punggung berwarna hijau keperakan, sedangkan bagian perutnya putih keperakan. Termasuk ikan bertulang keras, dagingnya berwarna putih susu dan strukturnya padat dengan duri halus yang banyak terdapat diantara dagingnya.
Komposisi
daging ikan bandeng segar mengandung protein sebesar 19,73%, lemak
4,05%, air 77,76% dan abu 1,23%. Selain itu bandeng segar mengandung
kalsium 20,0 mg, fosfor 150,0 mg, ferum 2,0 mg, vitamin A 150,0 SI dan
vitamin B-1 0,05 mg.
Tipe ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya
Tipe
|
Ciri-ciri
|
Protein (%)
|
Lemak (%)
|
A
B
C
D
E
|
Protein tinggi, lemak rendah
Protein tinggi, lemak sedang
Protein rendah, lemak tinggi
Protein sangat tinggi, lemak rendah
Protein rendah, lemak rendah
|
15-20
15-20
< 15
> 20
< 15
|
< 5
5-15
>15
< 5
< 5
|
Berdasarkan
penggolongan tersebut maka ikan bandeng termasuk ke dalam tipe A,
mengandung kadar protein tinggi dan kadar lemak rendah.
Ikan Bandeng termasuk termasuk ikan yang menghuni dan mencari makan di bagian permukaan perairan (pelagic),
karena itu benih ikan bandeng (nener) banyak terdapat di perairan
pantai yang juga merupakan tempet perkembangbiakannya. Telur ikan yang
matang gonad bergaris tengah rata-rata sekitar 1,2-1,3 mm, menetas
dalam 25 sampai 35 jam setelah dibuahi, kemudian menjadi larva
berukuran 5 mm yang akan terbawa arus ke perairan pantai atau
muara-muara sungai yang salinitasnya lebih rendah dan berkembang
sampai dewasa di lingkungan air payau.
Benih ikan bandeng umumnya disebut
nener dan dibeberapa tempat ada yang menyebutnya sebagai anakan bandeng. Nener
sebenarnya adalah larva dari ikan bandeng yang diperkirakan berumur sekitar
10-15 hari setelah penetasan. Nener ditangkap untuk dibudidayakan di tambak.
Ukuran nener yang sering ditangkap di pantai pada umumnya antara 12-15 mm,
hanya sebagian kecil saja yang berukuran 10 mm.
Toleransi
nener terhadap perbedaan salinitas cukup besar yaitu dari 0 0/00
sampai dengan 40 0/00. Pada perubahan salinitas yang
mendadak melebihi 40 0/00 sebagian nener mati. Sedangkan
toleransi terhadap suhu dari 12 0C sampai 35 0C.
Dewasa ini perkembangan tehnologi
pembenihan ikan mengalami kemajuan pesat, sehingga untuk keperluan budidaya
nener tidak lagi hanya mengandalkan dari usaha penagkapan ikan.
Ikan bandeng termasuk jenis ikan
herbivora dengan makanan utama berupa plankton dan lumut-lumutan. Pada waktu
larva sampai dengan ukuran benih (nener) ikan ini akan bergantung pada
fitoplankton dan zooplankton berukuran renik yang terdapat di permukaan laut,
sedangkan di tambak nener dan glondongan bandeng memakan klekap (lab-lab),
yaitu suatu kumpulan jasad renik nabati dan hewani yang tumbuh pada permukaan
dasar tambak dan merupakan makanan alami.
Tersedianya makanan alami tergantung
pada pemupukan tambak sebelum penebaran benih, selanjutnya pertumbuhan klekap
dipengaruhi secara langsung oleh banyaknya kadar bahan organik dalam tanah.
Pola
usaha Ikan Bandeng : Pembesaran.Sebagian besar usaha udang bandeng dilakukan di t.ambak.
Dewasa ini tingkat pengelolaan pembesaran ikan bandeng beragam. Di wilayah
pesisir yang banyak terdapat nener, masyarakat dapat membudidayakan bandeng
dengan cara yang sederhana, yakni pada saat terjadi pasang, air laut dimasukkan
ke dalam petakan tambak. Bersama dengan aliran air masuk pula benih ikan-ikan
liar, termasuk diantaranya bandeng. Setelah masa pemeliharaan 6 bulan ikan
dipanen. Pertumbuhan dan produksi ikan bandeng tidak dapat diperkirakan dengan
baik, mengingat selama masa pemeliharaan tumbuh pula ikan lain yang bersifat
penyaing maupun pemangsa.
Produktivitas yang lebih tinggi
dicapai dengan pengelolaan benih, lingkungan dan pakan yang lebih baik. Dewasa
ini petani umumnya sudah tidak lagi mengandalkan benih yang masuk bersama
aliran air, tetapi sengaja menebar benih. Lingkungan perairan dipersiapkan
melalui pemberantasan kompetitor dan predator dan penumbuhan pakan alami yang
dirangsang dengan pemupukan. Dengan cara ini petani dapat menebar ikan sebanyak
3000 ekor per hektar dan setelah melewati masa pemeliharaan 5 bulan diperoleh
hasil panen sebanyak 400-500 kg/ha per musim.
Penggunaan pakan untuk mengatasi
kekurangan pakan alami dapat meningkatkan kepadatan ikan yang dapat dipelihara
yang selanjutnya diikuti dengan peningkatan hasil panen. Pada pemeliharaan
tanpa menggunakan kincir air petani dapat memungut hasil panen 2-3
ton/ha/musim, sedangkan dengan penambahan kincir bisa mencapai 5-7
ton/ha/musim. Kendatipun demikian penggunaan kincir tidak berkembang karena pengadaan
kincir memerlukan tambahan investasi serta biaya operasional yang cukup besar,
padahal tidak sejalan dengan hasil yang dicapai.
Kepadatan paling tinggi didapatkan
pada budidaya bandeng di jaring apung, yakni mencapai 300-500 ekor per m²
dengan hasil panen 79-125 kg per m² per musim.
Pada uraian selanjutnya dibahas
usaha pembesaran ikan bandeng di tambak dan jaring apung di perairan tawar yang
menggunakan pakan buatan. Pengembangan tehnik budidaya ini dapat meningkatkan
produksi dan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang tidak terlampau
jauh dari kemampuan mereka selama ini baik ditinjau dari segi teknis, sosial
maupun ekonomis.
Usaha pembesaran terkait erat dengan
usaha lainnya, yaitu pembenihan dan pendederan. Usaha pembenihan saat ini baru
ditangani oleh lembaga pemerintah yang menghasilkan telur atau larva.
Masyarakat membeli telur atau larva ini untuk didederkan hingga menghasilkan
nener. Hubungan antara pembenihan, pendederan dan pembesaran ini digambarkan
dalam Gambar. Sedangkan penjelasan usaha pembenihan dan pendederan dijelaskan
pada tulisan di bawah ini.
Usaha
Pembenihan. Usaha pembenihan ikan bandeng
diarahkan untuk menghasilkan benih ukuran 1,5 cm, yang dikenal sebagai nener.
Selama ini pembenihan umumnya dilakukan atas kerjasama antara Lembaga
Pemerintah, seperti Balai Penelitian Budidaya Pantai dan Balai Budidaya Air
Payau, dengan masyarakat. mengingat kegiatan ini membutuhkan investasi dan
biaya operasional yang besar dan tenaga trampil, terutama pada kegitan
pemeliharaan induk hingga menghasilkan terlur/larva. Lembaga pemerintah
menghasilkan telur atau larva, kemudian masyarakat menetaskan dan memeliharanya
hingga menjadi nener.
Pemeliharaan
induk. Pembenihan diawali dengan
penyediaan induk yang biasanya didapat dengan menangkapnya dari laut. Ikan
bandeng termasuk jenis ikan yang heteroseksual. Namun demikian masih sulit
untuk membedakan antara bandeng jantan dan betina. Ikan bandeng betina matang
kelamin terlihat adanya tiga buah lubang pada daerah dubur, yaitu
berturut-turut dari bagian depan adalah lubang pembuangan kotoran (dubur),
lubang pengeluaran telur (genital pore) dan lubang pembuangan air seni (urinary
pore). Sedangkan pada ikan bandeng jantan matang kelamin terlihat dua buah
lubang saja yaitu yang depan lubang pembuangan kotoran dan yang belakang lubang
pengeluaran air seni dan sperma (urogenital pore).
Di hatchery induk – induk dipelihara
di dalam bak khusus dengan ketinggian air 1,5 m dan volume mencapai 20-30m3.
Kepadatan mencapai 1 induk (ukuran 4-5 kg) untuk setiap 2m3.
Selama pemeliharaan dilakukan
pengelolaan rutin yang mencakup :
- Pemberian pakan yang berupa pelet
berkadar proten 25%, sebanyak 2-3 % dari bobot ikan per hari dan diberikan 3
kali.
- Untuk menjaga kualitas air, air
laut dialirkan terus menerus menggunakan pompa dengan pergantian 100-150% per
hari. Disamping itu secara rutin kotoran yang berkumpul di dasar disiphon.
Setelah induk dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan budidaya, ikan dirangsang untuk mencapai kematangan
gonad melalui implantasi pelet hormon yang mengandung hormon LHRH dan 17 alpha
methyltestosteron (masing-masing 250 dan 200 mg).
Selama masa pemeliharaan secara
teratur dilakukan pemeriksaan terhadap kematangan kelamin induk. Implantasi
diulang setiap satu bulan sekali hingga ikan ikan mencapai kematangan kelamin.
Kematangan kelamin tercapai setelah diameter telur mencapai lebih dari 750 mm.
Pemijahan. Untuk merangsang pemijahan dilakukan penyuntikkan hormon
LHRH cair ke dalam tubuh ikan dengan dosis 30-50mg per kg ikan. Segera setelah
disuntik, induk dipindahkan ke bak pemijahan.
Bak pemijahan berupa bak beton bulat
dengan ukuran diameter 8m dan tinggi 2m. Pada salah satu sisi bak ini terdapat
pipa pelimpas air yang menghubungkan bak ikan dengan bak kolektor telur, yakni
bak berukuran 60cm x60 cm yang dilengkapi dengan kotak kasa. Bak kolektor
berfungsi menampung telur ikan bandeng yang hanyut bersama aliran air setelah
terjadi pemijahan.
Pada malam hari induk ikan memijah.
Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi
dapat dikumpulkan dalam bak kolektor telur.
Pemanenan telur dari bak penampungan
dapat dilakukan dengan menggunakan alat serok yang ukuran lubang kasanya 300
mikron . Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100liter,
diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10
ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara
meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang
baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur
yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau
persentasi yang baik kurang dari 50%, biasanya telur dibuang.
Telur yang baik hasil sortasi
dipindahkan ke dalam bak penetasan dan pemeliharaan larva atau dipersiapkan
untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan yang masih berada pada jarak
yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
Penetasan dan pemeliharaan larva
Air media pemeliharaan larva yang
bebas dari pencemaran, suhu 27-310 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm
diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan
dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm
batu aerasi.
Pergantian
air.Pada hari ke nol telur-telur yang
tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai
hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10
dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang
panen.
Masa kritis dalam pemeliharaan larva
biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah
kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu
terus dipertahankan pada kisaran optimal.
Nener yang tumbuh normal dan sehat
umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara
sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng
dewasa.
Pemberian
Makanan Alami. Larva umur 0-2 hari kebutuhan
makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Hari
kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera.
Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72
jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis)
sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan
rotifera dan pengurai metabolit.
Kepadatan rotifera pada awal
pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur
larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah
chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau
sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10
setelah menetas.
Pakan buatan (artificial feed)
diberikan apabila jumlah rotifera tidakmencukupi pada saat larva berumur lebih
dari 10 hari .
Sedangkan penambahan Naupli artemia
tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
Perbandingan yang baik antara pakan
alami dan pakan buatan bagi larvabandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel.
Pakan buatan yangdiberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva
padatiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakanbuatan
komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapatdigunakan sebagai pakan
larva bandeng. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah
berubah menjadi nener.
============================
Produk CNI yg membantu untuk budidaya ikan bandeng ini adalah :
============================
Produk CNI adalah “Produk Kualitas Menengah Atas, Harga Menengah Bawah”
Untuk info & Pemesanan :
HUB : MUHAMAD IPANGO
Telp / Hp : 021-7816369 / 0815 2363 9145 / 0816 160 5367
Tidak ada komentar:
Posting Komentar